Enter your keyword

post

Merdeka Literasi: Hanya Slogan, atau Sudah Nyata?

Merdeka Literasi: Hanya Slogan, atau Sudah Nyata?

“Merdeka belajar bukan tentang kebebasan tanpa arah, tapi tentang memberi ruang bagi anak untuk menemukan makna belajar.”

Sudahkah hari-hari anak kita di sekolah terasa seperti ruang kemerdekaan?

Ataukah masih terasa seperti rutinitas yang kaku, penuh hafalan, dan tanpa makna?

Di tengah semangat Kurikulum Merdeka yang digaungkan ke seluruh penjuru negeri, penting bagi kita untuk jujur melihat kenyataan:

Atau hanya mengganti nama, tanpa mengubah cara?

Dalam sebuah sekolah, merdeka belajar haruslah bukan sekadar jargon belaka, Ia tumbuh dalam kehidupan sehari-hari, melalui literasi dan numerasi yang dekat dengan kehidupan, dan memberi ruang bagi rasa ingin tahu. Yuk, kita lihat bagaimana pendekatan di Sekolah Alam Bekasi membawa semangat merdeka belajar dalam kehidupan anak-anak lewat pengalaman nyata.

  • Mengenal Dunia Lewat Observasi

Di sekolah alam, literasi dimulai dari kemampuan mengamati.
Misalnya saat anak memperhatikan bentuk dedaunan, warna tanah, atau suara burung di pagi hari. Mereka diajak mencatat, bertanya, bahkan membuat cerita dari pengamatan itu.

Contoh nyata: Anak-anak diminta mengamati daun yang berubah warna dan menuliskannya di jurnal alam. Dari sana lahir cerita, puisi, bahkan buku mini tentang siklus hidup tumbuhan.

“Literasi bukan sekadar lancar membaca. Tapi juga memahami, mengungkapkan kembali, dan menyampaikan ide secara runtut.”

  • Numerasi Lewat Aktivitas Sehari-hari

Apa gunanya belajar penjumlahan kalau tidak tahu cara mengelola uang saku?
Anak-anak di sekolah alam belajar berhitung lewat pengalaman konkret berjualan, memasak, mengukur, dan mencatat hasil pengamatan.

Contoh nyata:
Saat membuat kue untuk dijual di acara sekolah, mereka menghitung modal, harga jual, dan keuntungan. Itu bukan soal ujian, tapi praktik nyata ekonomi kecil.

“Numerasi jadi hidup ketika anak paham “kenapa mereka harus menghitung?”

  • Belajar Bahasa Lewat Dialog Asli

Anak-anak tak hanya belajar menulis paragraf formal, tapi juga dilatih berdialog, mendengar, dan menyampaikan pendapat.
Setiap diskusi kelompok, sesi refleksi, hingga drama mini adalah ruang berlatih berbahasa yang alami.

Contoh nyata:
Setelah belajar tentang air bersih, mereka membuat kampanye kecil berupa poster dan presentasi ke kelas lain. Ini melatih public speaking, storytelling, dan argumentasi.

Kemampuan berbahasa tumbuh saat anak merasa pesannya penting dan perlu didengar.”

  • Data, Grafik, dan Alam Sekitar

Di anak-anak membuat grafik pertumbuhan tanaman, mencatat suhu harian, hingga membuat tabel pengeluaran kantin.

Contoh nyata:
Mereka memantau suhu tanah setiap pagi, mencatatnya di tabel, lalu membuat grafik pertumbuhan tanaman cabai. Ini jadi latihan membaca data dan berpikir logis.

  • Proyek dan Pameran yang Relevan dengan Kehidupan

Belajar literasi dan numerasi bukan tujuan akhir, tapi alat untuk menghidupkan gagasan. Anak-anak diberi kesempatan menciptakan karya nyata—dari buku resep, jurnal observasi, hingga papan pengumuman yang informatif.

Contoh nyata:
Dalam proyek Sale Day anak-anak membuat katalog produk, menghitung modal dan laba, serta mempromosikan produk lewat poster. Semua ilmu diterapkan sekaligus.

“Ketika literasi dan numerasi masuk ke proyek nyata, anak melihat bahwa pengetahuan itu benar-benar berguna.”

Merdeka Belajar Bukan Sekadar Label

Kurikulum Merdeka bukan soal metode baru yang canggih, tapi tentang membebaskan potensi anak.
Dan itu dimulai dari membuat belajar menjadi relevan dengan hidup mereka.

“Anak-anak tidak butuh diajari segalanya. Mereka butuh dikenalkan pada dunia yang membuat mereka ingin tahu lebih dalam.”

Di sekolah alam, kami percaya bahwa literasi dan numerasi bisa tumbuh dari interaksi, bukan instruksi. Dari pengalaman, bukan hafalan.